Seperti bangsa Jawa juga bangsa Ainu pada mulanya tidak punya huruf. Padahal perjalanan suatu bangsa akan mudah diamati apabila bangsa itu mempunya alat untuk mendokumentasikan pengalamannya. Dalam hal kepemilikan huruf, kalau bangsa Jawa mungkin masih lumayan, artinya orang Jawa punya huruf lebih dahulu dari pada masyarakat Ainu ini. Ainu mulai memiliki huruf setelah perang dunia kedua, huruf yang dihasilkan dari modifikasi huruf Jepang katakana.
Dengan ketiadaan hurufnya inilah yang membuat para peneliti budaya Ainu terutama pada doa-doa, mantra, syair lagu dll mengalami sedikit kesulitan. Tapi bukan berarti tidak akan menelitinya, sehingga artefak yang bias dianalisis adalah budaya lisan. Dalam bincangan ini yang akan dibahas adalah yukar. Dalam bincangan ini Yukar bukan sebangsa apa yang bisaa bisa didengar di sekitar Yogya, YuKar, YuJah, YuTun, YuYem dan lain sebagainya. Tetapi 7000km yang ada di belahan utara nun jauh dari pulau Jawa tepatnya di Jepang bagian utara.
Nah, apa itu yukar? Dari bunyinya kata ini mirip dengan kata yang ada dalam bahasa Jawa yaitu ‘ukara’, ternyata bukan hanya bunyinya yang mirip tapi artinya juga tidak jauh juga, masih ada kaitannya dengan ‘ukara’(unsure serapan dari bahasa Jawa yang dibawa oleh bansa Jawa ketika bermigrasi pada zaman purba kah? Wallahu a’lam), tepatnya adalah kumpulan kalimat yang membentuk cerita kepahlawanan yang panjangnya bila diceritakan sampai 2 atau 3 hari (bandingkan dengan wayang yang hanya semalam).
Yukar mempunyai beberapa nama yaitu apabila tokoh utamanya seorang pria maka disebut ainuyukar seorang wanita disebut mayyukar. Sang tokoh utama wanita bisaanya adalah seorang wanita yang berperang melawan pria dan bisaanya ada dalam cerita asmara.
Isi cerita yukar umumnya bercerita tentang perjalanan seorang pemuda yatim piatu dan dibesarkan oleh kakaknya. Setelah tumbuh dewasa akhirnya dia tahu tentang kematian orang tuanya, lalu pergilah dia sambil membawa panah untuk membalaskan orang tuanya itu.
Cerita kadang bisa sampai detil dan juga bisa membawa kesan pada penonton yang berbeda-beda walaupun cerita yang dibawakan sama. Tergantung kelihain dan kepintaran pembawa ceritanya.
Dalam pertunjukannnya untuk menambah rasa, pendengar cerita bisa ikut berpartisipasi dengan memberi senggakan heee, hooo dan lain sebagainya.
418 comments